Menjebak Butir Air di Gunung Gemblung
Menjebak Butir Air di Gunung Gemblung |
Gunung gemblung merupakan salah satu gunung kecil di kawasan pegunungan Rajekwesi yang lokasinya berada di Kecamatan Durenan. Gunung gundul ini memiliki beberapa spot potensi wisata yang memukau dan akan membuat kagum siapa saja.
Salah satunya adalah bukit savana yang luas (tumpak esis) dan lokasi paralayang (bukit tunggangan) yang menurut ketua Fasi Jawa Timur(Bapak Samsul) angin di lokasi gunung ini sangat sempurna sekali untuk olahraga paralayang.
Jika melihat dari beberapa sisa batang pohon yang memang telah sengaja di tebang, kemungkinan kawasan ini dulunya di penuhi oleh pohon pinus. Mungkin karena saking banyaknya ilegal loging pada zaman dulu membuat kawasan gunung ini hampir gundul 80% dan hanya menyisakan beberapa pohon kecil yang memang tidak layak untuk di ambil.
Selain memiliki potensi wisata yang menakjubkan, beberapa bagian lereng di gunung ini juga menjadi tumpuan hidup bagi para penduduk sekitar yang membuka lahan pada kawasan lereng bukit. Meski tekstur tanah pada gunung ini kurang begitu subur karena 70% di dominasi oleh batuan yang melapuk namun hal ini tak surutkan niat para petani untuk tetap berkarya di lokasi lereng gunung gemblung.
Namun sekarang jumlah para pembuka lahan sudah mulai berkurang karena lahan garapan mereka yang makin tahun menjadi kurang subur. Belum lagi masalah longsor dan guguran batuan lapuk dari lereng, kerap sekali longsoran ini menutup jalan setapak yang sering di bangun warga untuk mempermudah akses menuju kebun.
Dilokasi yang tandus ini ternyata terdapat juga beberapa titik sumber dan kantong air yang bisa dikatakan cukup melimpah ketika hujan datang, meski ketika kemarau air-air tersebut akan hilang seiring berjalan waktu. Hal tersebutlah yang memacu kami untuk berupaya menjebak air tersebut agar tidak segera hilang begitu saja. Air berkapur berwarna keputihan ini adalah salah satu pokok utama sumber kehidupan bagi warga di bawah lereng bukit.
Rehat sejenak di gubuk |
Meski bisa dikatakan murah dan mudah cara diatas nyata cukup berat jika tanpa di dasari rasa niat dan ikhlas dalam penerapannya. Kami harus membawa bibit tersebut dengan berjalan kaki menaiki terjaln bukit dengan menopang berat rata rata 10 kg lebih. Sebuah langkah kecil yang terisnpirasi dari kisah Mbah Sadiman Wonogiri ini kami yakini adalah cara terbaik dari pada hanya berdiam diri dan menyalahkan alam saat bencana banjir dan longsor datang menerpa.
Seperti halnya pada lokasi kali ini, bibit beringin yang sudah cukup besar harus kami angkut secara bergantian menaiki medan yang menanjak. Tujuan kami hanya satu yakni sebuah lereng yang memiliki aliran dan genangan air pada kawasan gunung ini.
Berbekal beberapa bungkus kopi, air mineral dan kompor portable kami berempat berjalan dengan pelan menaiki bukit. Bukan hal yang mudah namun ini sudah menjadi tekad kami untuk menciptakan titik-titik sumber air baru di kemudian hari, entah itu puluhan tahun mendatang.
Gunung Gemblung |
Sayangnya dalam perlajanan kali ini kami kurang persiapan dalam membawa bekal air. Dan terbukti dalam setengah jalan kami sudah habis air dan kehausan. Namun memang nampak alam selalu menunjukkan peran dan mendukung ikhtiar baik kami, dalam lanjutan perjalanan kami bertemu dengan seorang petani yang sedang curhat sambil sedikit mengumpat tentang hasil panen ketela pohonnya yang kian tahun semakin memburuk.
senyum pak tani |
Setelah cukup lama berbincang ria akhirnya perjalanan kecil ini di lanjutkan dengan ucapan pamit. Sebuah lereng dengan sedikit rerimbunan memacarkan gemiricik suara air mulai sayup terdengar, menandakan lokasi yang kami tuju sudah berada di depan ujung mata. Sesampai di aliran air ini tak lantas kami langsung menanam pohon. Menikmati dinginnya air gunung dengan cara mengguyur badan seakan menjadi menu pertama saat tiba. Seolah bagian ini menjadi jawaban akan sebuah pencarian yang cukup panjang dan melelahkan.
Menikmati sejuk sumber air |
Menanam pohon memang dirasa sangat penting, mengingat kondisi alam saat ini sering kali terjadi bencana longsor dan banjir. Utamanya di wilayah kota Trenggalek dan sekitarnya yang hampir keseluruhan merupakan wilayah dengan kontur perbukitan. Tanaman pohon abadi pun juga nampaknya sudah sangat jarang di tanam kembali, kebanyakan telah terganti dengan dominasi pohon-pohon produksi seperti pinus, sengon dll. Dan memang ketahanan akar sebagai penopang tanah pada pohon produksi itu tidak sekuat akar pada pohon abadi.
Semoga dengan adanya tulisan tentang kegiatan menanam kami ini dapat menyebarkan virus semangat menanam pohon bagi sobat pembaca. Terutamanya pada lahan yang sudah mulai kritis air dan juga lahan gundul lain.
Mari kita hidupkan kembali kantong-kantong air yang mulai rusak dan mengering, agar kelak anak cucu dan generasi yang akan datang masih bisa menikmati segarnya air dari sumber alam. Terimakasih untuk teman-temanku Atok, Kirun dan Samsul yang sudah dengan ikhlas menyumbangkan tenaga dan waktu untuk menanam pohon di Gunung Gemblung.
Cek vidio di bawah ini ya...!!
0 Response to "Menjebak Butir Air di Gunung Gemblung"
Post a Comment