GOLPUT Perlawanan Terakhir Atas Hilangnya Sebuah Kepercayaan


Pesta Demokrasi yang sebentar lagi bakal dirayakan diseluruh penjuru negeri sudah  mulai nampak riak gemanya. Wajah-wajah penuh senyum ramah memaksa dengan warna warni berbagai macam bendera yang meriah pun juga mulai menghiasi tiap sisi jalan kota dan bahkan hingga pelosok desa.

Sejak dari bangku sekolah kita memang selalu ditanamkan untuk menjadi warga masayarakat yang baik, salah satunya adalah dengan mengikuti pesta demokrasi tiap 5 tahunnya. Menyalurkan suara sebagai salah satu penunaian hak sebagai warga masyarakat memang sangat terdengar mulia dan bahkan ada rasa kepuasan tersendiri ketika sudah menunaikan hak tersebut. Meski terkadang tak jarang harus rela antri untuk waktu yang lama demi mencoblos wajah mereka yang di harapkan menjadi wakil atas suara dan amanah kita di lingkup pemerintah. 

Namun niat baik kita sebagai seorang warga inilah yang terkadang justru menjadi boomerang, melukai hati dan kepercayaan masyarakat sendiri  atas penghianatan amanah yang telah diberikan pada mereka, yang mengatasnamakan dirinya sebagai wakil rakyat. Mungkin berbeda rasanya dengan mereka yang sudah menerima amplop, untuk memilih salah satu calon karena memang suara mereka sudah terbeli dan jangan pernah berharap lagi untuk menagih janji yang pernah terucap oleh bibir manis mereka.

Lantas bagaimana dengan mereka yang benar- benar memilih atas dasar rasa percaya dan harapan akan adanya perubahan. Pastinya yang akan di dapat hanya sebuah rasa kecewa akan pengingkaran dari amanah tersebut. Jika sudah terjadi kekecewaan seperti itu, kemana lagi harus mengadu, jika adapun tempat mengadu apakah aduan itu akan di tindak lanjuti ?

Sayangnya fenomena konyol tersebut terus saja terulang dan terulang lagi hampir tiap lima tahunnya, berharap dan kecewa seakan sudah menjadi lagu lama dari situasi bernama pesta demokrasi ini. Tak heran jika hal tersebut menjadi dasar atas semakin meningkatnya jumlah para golongan putih (Golput) terutama pada saat pemilihan anggota dewan yang terhormat.

Masyarakat awam yang sudah tidak tahu lagi harus kemana untuk mengadu atas kejanggalan dalam sebuah anggran perjalanan dinas wakil rakyat misalnya, dan juga tentang beberapa kebijakan lain yang dirasa merugikan rakyat. Mereka mulai menjadikan golput sebagai bentuk simbol  perlawanan terakhir atas kedaulatan dirinya sebagai manusia, ketika suara dan teriakan mereka tak lagi didengarkan.

Memang tidak semua para wakil tersebut bertabiat buruk dan ingkar terhadap janjinya, masih ada yang baik pastinya iya. Sayangnya gema dan gaung dari mereka yang benar-benar amanah dalam mengemban tanggung jawab ini seakan redup dan tertutup oleh suara-suara para pendusta teman sekerja. Alhasil kebijakan yang terkadang merugikan rakyat pun seakan di amini saja karena kalah dalam jumlah pemungutan suara.

Memilih atau golput adalah hak dari setiap pribadi manusia, tidak ada paksaan ataupun tuntutan untuk memilih kedua prinsip tersebut di Negara yang sudah menganut system demokrasi ini. Mereka yang tetap memilih menggunakan hak suara juga punya alasan kuat dan kepentingan tersendiri yang mendasari tentunya. 

Yang tetap dengan pendirian  Golputnya pun juga memiliki alasan tersendiri, selain dari apa yang telah diungkap diatas yakni karena hilangnya rasa percaya. Ketidaktahuan dan masih kurangnya sosialisasi dari yang telah diberi wewenang juga kerap menjadi factor utama atas bertambahnya jumlah Golput tiap tahunnya.  Golput sendiri juga bukan sesuatu hina dina dan tentunya juga bukan sesuatu tindakan pelanggaran akan undang-undang dan hukum yang telah di wariskan dari dari Belanda ini. 

Kaum intelek dan non intelek atau yang memiliki pendidikan rendah pun juga bebas untuk memilih Golput. Dalam satu situasi justru kaum intelek lebih memilih untuk  golput dengan anggapan mereka yang telah beruntung mengenyam tingkat pendidikan di atas rata-rata tersebut malah merasa hanya dibohongi saja dengan dagelan dan guyonan pada  pemilihan tiap 5 tahunnya ini, karena toh ujung-ujungnya akan tetap ditipu dan dikecewakan juga.

Saya pribadi adalah seorang pemilih aktif sejak saya memiliki Kartu tanda pengenal penduduk yang kalau saat ini sedang sangat heboh tentang kasus pengadaanya. Bahkan dalam tiap kegiatan penyaluran hak suara dari berbagai tingkat mulai pemilihan  Lurah, Anggota Dewan, Bupati hingga Kepala Negara pun tidak pernah saya lewatkan.  

Namun setelah beberapa hari lalu saya menyimak berita dimedsos tentang anggaran perjalanan dinas kota saya, yang jika dibandingkan dengan biaya perawatan jalannya sungguh sangat berbanding jauh sekali, bagai langit dan bumi. Membuat saya pribadi  menjadi pikir-pikir lagi untuk memberikan hak suara saya terutama untuk pemilihan para anggota dewan. Yang kalau dikota saya anggaran perjalanan Dinasnya bisa mencapai angka puluhan Millyar, untuk ukuran sebuah kabupaten terpencil dengan luas 1.261,40 km² saja.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "GOLPUT Perlawanan Terakhir Atas Hilangnya Sebuah Kepercayaan"

Post a Comment